Chifs D'bookn Pen. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Analisis Terhadap APBN 2012


Analisis Terhadap APBN 2012 

Jika dilihat secara menyeluruh, kerangka asumsi Makro ekonomi yang disampaikan oleh pemerintah untuk APBN 2012, maka kerangka asumsi makro tersebut berorientasi pertumbuhan (angka) an sich. Hal ini dapat dilihat dari sebegitu besarnya pemerintah menaruh harapan pada stabilitas ekonomi global dan capital inflow. Bukan penguatan kapasitas fiskal berbasiskan penerimaan domestik dan pertumbuhan ekspor serta sector ekonomi domestic lainnya (pertanian, energi, industri, dan perdagangan). Hal ini dapat dilihat sebagai bentuk ketidakefektifan pemerintah dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang komprehensif serta belum jelasnya grand design ekonomi nasional. Kondisi ini dapat dilihat dari beberapa dimensi : Pertama : Ketika negara lain mengalami kenaikan pertumbuhan, tidak serta merta Indonesia juga mengalami percepatan pertumbuhan, oleh pemerintah selalu dikatakan ada faktor lain (selain faktor global) mengapa pertumbuhan tidak mencapai target maksimal? Artinya, pemerintah tidak memiliki standar dan desain jelas terkait upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Kedua : Pada sisi yang lain, ketergantungan terhadap kondisi luar negeri juga mengabaikan makna dan potensi pertumbuhan yang disokong oleh produksi dan jual beli yang terjadi dalam negeri.
Selain kedua aspek ini, pertumbuhan ekonomi (6,5%-6,9) yang bersandar pada stabilitas ekonomi global yang dioptimiskan pemerintah, dipersoal oleh beberapa hal :

Pertama : Ada sejumlah kebijakan strategis yang akan mempengaruh arah ekonomi nasional pada tahun 2012. Diantaranya adalah, dengan bersandar pada membaiknya perekonomian dunia, melahirkan dua dimensi pengaruh terhadap perekonomian nasional. Pertama : Perdagangan dunia diperkirakan sedikit lebih besar sehingga tahun depan ekspor kita akan lebih baik dari tahun ini. Akan tetapi, dengan membaiknya perekonomian dunia tersebut, akan mempengaruhi perbedaan pertumbuhan ekonomi Negara maju. Atau semakin kecil perbedaan antara pertumbuhan ekonomi Negara maju dengan Indonesia. Karena semakin kecil perbedaannya, maka capital inflow-nya juga akan semakin kecil, atau tidak sebesar tahun ini. Ditahun ini pertumbuhan capital inflow kita membaik karena perbedaan ekonomi di Indonesia dan Negara-negara maju agak besar, sehingga memacuh masuknya capital inflow. Kondisi ini akan berdampak pada nilai tukar dan aspek makro lainnya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi yang diasumsikan pemerintah dalam APBN 2012 sebesar 6,5-6,9% adalah angka-angka yang rapuh dan perlu ditelaah lagi. Agar tidak memberikan harapan di atas kertas semata.



Kedua : Kapasitas perekonomian nasional sudah terpakai secara penuh. Dengan demikian supplay side mulai penuh terutama di sector infrstruktur. Dengan demikian, jika tidak ada perkembangan yang berarti dalam pembangunan infrastruktur, maka dengan demikian, untuk memacu pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 6,5 – 6,0 % sebagaimana yang diasumsikan pemerintah akan mengalami hambatan berarti. Perekonomian kita bisah tumbuh tetapi range-nya kecil. Dan kalau dipaksakan naik, maka inflasinya yang akan melonjak cepat.




Ketiga : Kendatipun ke depan Indonesia diperkirakan memperoleh investmant grade, dengan demikian harapan ketertarikan investor asing akan lebih baik dari tahun ini. Namun, hal tersebut perlu disokong oleh pertumbuhan infrastruktur yang baik. Namun, yang perlu menjadi catatan kita adalah, pencapaian insfrastruktur yang baik itu, tidak bisa disulap dalam satu tahun. Dengan kondisi yang demikian, maka asumsi pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang disampaikan oleh Pemerintah dalam asumsi makro APBN 2012 terlalu besar mulut dan optimistic.
Selain hal
hal di atas, bicara pertumbuhan juga berbicara mengenai 3 hal.
Pertama,neraca perdagangan (trade balance), antara ekspor dan impor barang. Kedua, neraca jasa (service balance), terdiri sektor jasa faktor seperti repatriasi laba perusahaan, pendapatan tenaga kerja kita di luar negeri dan tenaga kerja asing di Indonesia, dan pembayaran bunga pinjaman; dan non faktor seperti: transportasi, asuransi, pariwisata, jasa keuangan, dan jasa profesional. Kalau antara pertama dan kedua digabung, disebut akun semasa (current account). Dan
Ketiga, neraca modal (capital account) berupa arus atau lalu lintas modal atau uang. Kalau ketiga transaksi luar negeri tersebut dikonsolidasi, maka kita mengenal istilah neraca pembayaran (balance of payment). Neraca pembayaran inilah yang juga yang mempengaruhi besaran cadangan devisa
Jika menghitung trade balance, Indonesia selalu menunjukkan surplus. Namun, ketika masuk pada service balance, sejak lama kita mengalami defisit struktural dalam perdagangan jasa.
Dalam laju pertumbuhan tahun 2010 misalnya, pertumbuhan sector perdagangan jasa tergolong lamban terhadap pertumbuhan PDB sektoral. Bahkan target yang telah dicapai pada tahun 2007 sebesar 6,3% malah menurun menjadi 6,1 ditahun 2010.

Padahal jika dilihat, sector jasa merupakan salah satu sector ekonomi yang paling produktif Dalam menggerakkan sector rill terutama terkait dengan perluasan lapangan pekerjaan dan penurunan tingkat kemiskinan. Selama ini kebijakan pemerintah lebih banyak ditekankan pada capital account dan mengabaikan service balance.
Karena itu, pertumbuhan sangat digantungkan oleh modal asing sembari mengabaikan perbaikan pelayanan publik yang sebenarnya menyokong bagi pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Padahal potensi mengembangkan surplus neraca jasa sangat besar, ini ditandai banyaknya pasien yang berobat ke luar negeri, dan pekerja dan perusahaan Indonesia yang berkantor di negara lain. Pertanyaannya, apakah dalam asumsi makro APBN 2012 ini, pemerintah bersungguh-sungguh dalam mendorong pertumbuhan neraca jasa (service balance) sebagai salah satu komponen pijakan pertumbuhan ekonomi nasional? Dengan hanya semata-mata bersimbiosis pada stabilitas ekonomi global, maka jangan harap pertumbuhan ekonomi kita bisa berdampak pada pertumbuhan sector riil. 

Jadi, ke depan jika pemerintah serius ingin mengembangkan perekonomian dalam negeri, maka neraca jasa harus mendapat prioritas. Dalam prakteknya, neraca jasa ini bisa dinaikkan apabila kebijakan publik pemerintah mendukung bagi kedekatan akses masyarakat yang berjumlah ebih 200 juta ini ke pelayanan publik yang optimal.
Negara mesti berperan lebih baik, mengedepankan kemungkinan terjadi transaksi dalam negeri dan menyiapkan transaksi internasional yang sehat.
Dengan pendekatan ini, maka pertumbuhan akan menyentuh sektor riil, bukan ekonomi perbankan dan pasar finansial yang blunder, karena seolah menjamin pertumbuhan dan cadangan devisa negara, tetapi sebenarnya negara sedang disandera oleh modal luar negeri.

Dengan cara demikian, maka kebijakan stimulus fiskal (termasuk insentif pajak) mesti ditinjau ulang untuk menggerakkan sektor riil ekonomi masyarakat, dan mengurangi sebesarbesarnya investasi non sektor riil yang tidak berdampak pada masyarakat. Pendekatan ini juga mengurangi investasi asing di pasar modal, untuk mengurangi masalah dalam negeri dan secara fundamental menyentuh sektor riil.
Dalam RKP 2012 Pemerintah memiliki target dengan indikator utama : Pertumbuhan ekonomi : 6,5-6,9%, tingkat pengangguran dari 6,4-6,6 % kemudian penurunan angka kemiskinan 10,5-11,5 %. Yang menjadi core point kita adalah, apakah apakah dengan asumsi pertumbuhan yang demikian, penurunan pengagruran bisa didorong oleh pemerintah jauh lebih baik dari tahun ini?  Pada tahun 2010, berdasarkan data pemerintah presentase kemiskinan kita 13,33% sedangkan pengangguran 7,41%. Artinya bahwa ada selisih 5,94% dan itu adalah jumlah orang-orang yang bekerja tetapi masih miskin.
Menurut hemat saya dalam asumsi makro APBN ini kita perlu menekankan beberapa hal : Pertama : Investasi lebih didorong kearah sector yang lebih banyak menciptakan lapangan pekerjaan. Investasi lebih didorong ke sector padat karya tidak melulu padat modal

Kedua : Dalam asumsi makro APBN 2012 ini, sebaiknya pemerintah memasukkan suatu sitem pengkategorian kelompok masyarakat hamper miskin (near poor) dalam program penurunan presentase tingkat kemiskinan. Karena kelompok near poor ini semakin bertambah dan berisiko memberikan sumbangsih betmabhanya penduduk miskin.

Dengan orientasi pengetatan fiskal, maka dalam asumsi makro APBN 2012 cenderung tidak ekspansif, hal tersebut dapat dilihat dari asumsi devisit yang disampaikan pemerintah. Padahal, devisit dalam dimensi tertentu diperlukan untuk sector-sektor produktif yang berdampak pada sector riil.
Kepariwisataan belum ter-cover dalam asumsi makro APBN 2012, padahal, sector kepariwisataan tergolong salah satu sector ekonomi yang memberikan sumbangsih terhadap peningkatan PDB
Asumsi makro APBN 2012 terhadap sector energ cenderung jalan di tempat, karena hanya mengandalkan produksi dalam negeri yang juga masih rendah. Dalam asumsi makro APBN 2012, sebaiknya pemerintah sudah merencanakan perlunya diversifikasi sector energi. Tidak hanya dikonfersi dari minyak ke gas, tapi juga perlu beralih ke revitalisasi energy biotik. Agar kita tidak terus bergantung pada minyak impor  

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

monggo komentarnya...!